MediaLink

Medialink Bersama INFID Dorong Penguatan Partisipasi Anak Muda dalam Implementasi Local OGP di Indonesia

Jakarta, Open GovWeek – Perkumpulan medialink bersama INFID mendorong penguatan partisipasi anak muda dalam implementasi local Open Government Partnership melalui rangkaian kegiatan Open GovWeek tahun 2022. kegiatan ini dihadiri Bupati Brebes Hj. Idza Priyanti dan Nana Storada Dwi Martadi dari Asisten II Setda Kota Semarang sebagai daerah yang telah menerapkan Local OGP, Tanti Budi Suryani dan Darwanto dari MediaLink dan Diandra Aruna Mahira perwakilan Child Campaigner serta Denisa Amelia Kawuryan selaku Program Officer SDG’S INFID.

Perjalanan kemitraan pemerintahan terbuka (Open Government Partnership) di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 2012 ketika inisiatif ini digagas di tingkat global. Implementasi OGP di tingkat daerah mendapatkan sambutan positif dari pemerintah daerah, terbukti ada 4 jurisdiksi Pemerintah Daerah yang menjadi anggota Local OGP di tingkat Global yaitu: Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah; Kabupaten Brebes dan Kota Semarang, Jawa Tengah; dan Konsorsium Kabupaten Sumbawa Barat+Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Dikancah internasional, Kabupaten Banggai, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kota Semarang mendapatkan penghargaan dalam OGP Impact Award di tahun 2021, sementara Bupati Brebes mendapat pengakuan dunia menjadi salah satu Pemimpin Perempuan yang cukup berhasil menggerakkan implementasi keterbukaan pemerintah daerah, yaitu menjadi salah satu pembicara di Konferensi Tingkat Tinggi Open Government Partnership tentang Local OGP di akhir tahun 2021, hadir bersama dengan pemimpin perempuan lainnya dari Bogota dan Catalunya.

Saat membuka kegiatan, Tanti Budi Suryani selaku Program Development Manager Medialink menjelaskan bahwa “Ditingkat global, PBB memiliki harapan pada pemuda untuk jadi bagian dari transformasi di tahun 2030 tentang pengurangan kemiskinan, keterlibatan sosial, kesehatan, konservasi keanekaragaman hayati, dan mitigasi perubahan iklim. Harapan ini penting karena potensi pemuda untuk mengupayakan keadilan antar generasi. Artinya pembangunan saat ini akan mempengaruhi masa depan pemuda. Juga potensi pemuda untuk mengambil bagian dalam transformasi kualitas demokrasi kita yang saat ini dinilai oleh banyak ahli politik dalam kondisi stagnan. OGP di tingkat lokal dengan inovasinya akan dapat mewadahi pelibatan para pemuda ini” ujarnya.

Akselerasi implementasi Kemitraan Pemerintahan Terbuka yang berjalan saat ini telah membuka ruang pelibatan peran anak muda misalnya di Kabupaten Brebes (dan kota Semarang) yang menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelibatan Pemuda dalam Pembangunan. Hal ini perlu direplikasi di daerah-daerah lain.

Hj. Idza Priyanti menyebutkan “keterlibatan pemuda di sambang bansos untuk verifikasi bantuan sosial agar tepat sasaran dan juga satu data Brebes”

Darwanto menyebutkan bahwa “pemerintah daerah harus melibatkan anak muda (meaningfully co-creation) dalam proses kebijakan sejak perencanaan, sehingga hak-hak anak muda dapat terakomodir”

Sebagai keterwakilan anak muda, Aruna menyebutkan “perlu ada wakil anak muda di OGP, untuk membuka batas-batas antara pemerintah dan anak muda dalam pembangunan di tingkat daerah. karena pemuda adalah pemilik masa depan”.

Nana Storada Dwi Martadi menyebutkan ada tiga peran pemuda di kota semarang yaitu sebagai agen pembaharuan, agen pengaduan yang ikut memberikan pengaduan melalui call center pengaduan masalah publik dan agen informasi.

Denisa Amelia Kawuryan dari INFID selaku moderator menyimpulkan hasil diskusi ini menjelaskan bahwa sudah seharusnya orang muda terlibat dalam kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan jumlah generasi milenial dan generasi z yang mencapai lebih dari 50% populasi Indonesia, pemerintah perlu memastikan pemenuhan hak dasar sehingga orang muda dapat memaksimalkan potensi dirinya untuk mendorong pembangunan yang maju, inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, perlu mendorong institusionalisasi partisipasi dan keterwakilan orang muda dalam proses pembuatan kebijakan pembangunan di tingkat lokal, nasional dan global sejak perencanaan dan evaluasi, termasuk melalui kerangka open government partnership.

Respon Working Group Environment, Climate Justice, And Energy Transition Terhadap Pertemuan Pertama G20 ETWG

Jakarta (27/03/2022) – Dalam pembukaannya pada saat konferensi pers pertemuan pertama Energy Transition Working Group (ETWG), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif mengatakan bahwa perlunya menjamin akses energi bagi masyarakat melalui penyediaan infrastruktur, teknologi andal, serta pembiayaan untuk sektor energi.

Dengan berakhirnya pertemuan pertama kelompok kerja transisi energi (ETWG), maka maka kelompok kerja C20 untuk Lingkungan, Keadilan Iklim, dan Transisi Energi (ECEWG) akan memberikan respon atas pertemuan tersebut. Respon ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi pertemuan ETWG kedepannya.

ETWG memiliki tiga isu prioritas, yaitu: menjamin aksesibilitas energi, meningkatkan teknologi energi pintar & bersih, serta mengedepankan pembiayaan untuk sektor energi. Kelompok kerja kami mendukung dan menyokong ketiga isu prioritas yang diangkat oleh ETWG. ECEWG juga mengafirmasi peran penting Negara anggota G20 dalam mengarahkan transisi energi dari energi fosil menuju energi terbarukan, baik dalam kebijakan iklim maupun investasi. Meskipun ECEWG mendukung isu yang telah diangkat oleh ETWG, kami merasa masih ada ruang untuk penyempurnaan, terutama dalam isu-isu berikut:

Pertama, diskusi mengenai penghentian batu bara secara bertahap dan isu mengenai potensi batu bara sebagai aset terdampar belum sepenuhnya menjadi perhatian G20. Dalam rangka menjamin akses energy yang terjangkau, inklusif, berkeadilan, dan juga selaras dengan proteksi keanekaragaman hayati, skema transisi energi harus mempertimbangkan potensi carbon lock-in, serta resiko dan dampak finansial dari batu bara sebagai aset terdampar dikarenakan meningkatnya daya saing energi terbarukan. Penghentian batu bara memiliki dampak sosial seperti hilangnya pekerjaan secara masif, stagnasi ekonomi regional, dan beberapa dampak yang terkait dengan hak asasi manusia dalam komunitas. Resiko tersebut seringkali dibebankan kepada pekerja dan komunitas. Sejauh ini, perusahaan-perusahaan telah menikmati keuntungan besar dari subsidi yang diberikan dalam industri bahan bakar fosil tanpa memberikan ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan dan juga penghindaran pajak. Nyatanya, gugatan perusahaan energi ‘kotor’ terhadap negara tidak dapat disahkan, dimana mereka mengajukan klaim untuk kompensasi seiring dengan penerapan kebijakan untuk transisi energy yang menyebabkan aset terdampar. Dengan banyaknya negara yang akan menghentikan penggunaan batu bara, permasalahan serupa dapat timbul lagi, sehingga menjadi hambatan untuk transisi energi.

Kedua, permasalahan mengenai transfer teknologi untuk mengembangkan energi terbarukan seharusnya menjadi fokus G20. G20 harus membahas rintangan yang dapat menjadi penghalang atau pembatas transfer teknologi, seperti biaya yang mahal untuk beberapa perjanjian mengenai pengadaan teknologi dan perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Distribusi yang timpang dalam hal kemampuan teknologi antar negara menjadi hambatan dalam mengakselerasi pertumbuhan teknologi hijau di dunia. Salah satu aspek penting dalam pengembangan teknologi adalah membangun kapasitas lokal. Tantangan tersebut tidak konsisten dengan ketetapan yang ada dalam UNFCCC dan juga Paris Agreement mengenai transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Oleh karena itu, kami melihat bahwa negara-negara G20 perlu memfasilitasi proses yang lebih inklusif untuk pengadaan teknologi dan kapasitas teknologi hijau, terutama melalui peningkatan fleksibilitas HaKI untuk produk-produk yang berkaitan dengan lingkungan.

Akhir kata, ECEWG ingin menekankan bahwa karakteristik G20 Indonesia adalah inklusivitas dan representasi yang seimbang. Untuk menjamin inklusivitas dan proses yang demokratis dalam forum G20, ECEWG mendorong kelompok kerja pemerintah agar lebih transparan dan inklusif dalam prosesi pertemuan, dengan menyampaikan dokumen yang berkaitan dengan prosesi pertemuan dan juga turut serta mengundang engagement groups untuk berpartisipasi dalam pertemuan ETWG. ECEWG akan senang jika ETWG membuka kesempatan untuk berdiskusi bersama membicarakan isu-isu prioritas ECEWG dan ETWG yang bersinggungan dan juga untuk menyampaikan rekomendasi ECEWG yang dapat dipertimbangkan untuk pertemuan ETWG selanjutnya.

 

Signed,

The Environment, Climate Justice and Energy Transition Working Group If you have further inquiries, please contact wgecjet@civil-20.org