Open Climate Change Financing In Indonesia (OCFI) merupakan sebuah konsorsium yang dibentuk oleh kumpulan NGO nasional yang terdiri dari Indonesia Budget Center (IBC) yang bekerja untuk terwujudnya penganggaran negara yang terbuka dan adil dengan mendorong akuntabilitas pemerintah termasuk peningkatan kemampuan masyarakat sipil untuk mengawasi anggaran negara, Indonesia Governance Institute (IGI) yang fokus mendorong tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, dan Perkumpulan Media Lintas Komunitas (Medialink) yang aktif bekerja untuk mewujudkan demokrasi yang didasarkan pada kesetaraan akses terhadap sarana dan sumberdaya informasi bagi semua orang.
Konsorsium ini di bentuk pada tahun 2023 yang bertujuan untuk mendorong penguatan tata kelola pendanaan perubahan iklim di Nasional dan Sub Nasional. Dalam menjalankan perannya, OCFI mengawal agar pengelolaan pendanaan perubahan iklim lebih transparan, akuntabel dan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
OCFI mengawali perannya dengan melakukan kajian tentang Tata Kelola Pendanaan Perubahan Iklim di level Nasional dan Provinsi Jambi. Kajian ini difokuskan pada 3 poin penting meliputi: (1) gambaran sumber pendanaan perubahan iklim di Indonesia termasuk mekanisme penyaluran, serta siapa penerima manfaat dana tersebut; (2) rumusan strategi pengawasan bagi masyarakat dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pendanaan perubahan iklim; dan (3) rekomendasi kebijakan penyaluran dana perubahan iklim agar lebih efektif dan efisien serta berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Jambi –(OCFI) Konsorsium Open Climate Change Financing in Indonesia(Indonesia Budget Center, Indonesia Governance Institute, Perkumpulan Media Lintas Komunitas) yang merupakan gabungan tiga lembaga masyarakat sipil untuk penelitian terkait pendanaan perubahan iklim di Indonesia, melakukan focus group discussion(FGD) dengan tema “Implementasi Program BioCarbon Fund Provinsi Jambi”, di Swiss-Belhotel Kota Jambi pada Selasa, 29 Agustus 2023.
Diskusi terfokus ini diselenggarakan oleh Konsorsium OCFI bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi, dan melibatkan beberapa organisasi pemerintah daerah (OPD) di lingkup Pemerintahan Daerah Provinsi Jambi.
Kepala Bappeda Provinsi Jambi, Agus Sunaryo, dalam sambutannya yang diwakilkan oleh Kepala Bidang Perekonomian & SDA Bappeda Provinsi Jambi, Ahmad Subhan menyampaikan, Pemerintah Provinsi Jambi senantiasa meningkatkan kerja sama untuk mewujudkan program BioCarbon Fund Integrated Sustainable Forest Landscape (BioCF ISFL) di Provinsi Jambi.
Program BioCF ISFL, dijelaskan Subhan, adalah program yang bertujuan untuk mempromosikan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor lahan, penurunan deforestasi dan degradasi hutan, termasuk pengelolaan pertanian dan pengelolaan lahan lain, untuk meminimalisir kehilangan tutupan hutan dan lahan.
“Program ini tentu saja yang masih terbatas di sektor AFOLU. Dapat menjadi pembiayaan tambahan untuk pelaksanaan program pembangunan di Provinsi Jambi, terutama dalam lingkup pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi terhadap kawasan maupun non kawasan hutan,” paparnya.
Provinsi Jambi juga telah menetapkan Peraturan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Pertumbuhan Ekonomi Hijau dan sudah disingkronkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jambi, yang akan dijadikan acuan bagi perangkat daerah untuk melaksanakan program berbasis ekonomi hijau, termasuk pendanaan perubahan iklim.
OFCI, yang tergabung di dalamnya adalah Perkumpulan Media Lintas Komunitas (Medialink), Indonesia Budget Center (IBC), dan Indonesia Governance Institute memandang perlu untuk didorong tata kelola pendanaan perubahan iklim yang baik, tidak hanya dilihat dari penurunan emisinya saja, tapi juga bagaimana memastikan proses yang lebih transparan dan akuntabel.
“Dan kita memastikan juga bahwa kepentingan dari masyarakat, dan dalam hal ini juga pemerintah daerah untuk kemudian menjadi bagian yang penting dalam penerimaan dana dari pendanaan iklim ini,” kata Tanti Budi Suryani, dari Perkumpulan Medialink yang mewakili konsorsium OCFI memberikan kata sambutan dalam diskusi tersebut.
Tanti menyampaikan, khusus untuk kajian di tahun 2023 ini pihaknya memfokuskan Jambi menjadi objek penelitian di level daerah. Pada level nasional sendiri konsorsium OCFI telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan melalui beberapa kali pertemuan, terutama dengan Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia, serta Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Data temuan konsorsium OCFI dari riset di level nasional, pendanaan perubahan iklim yang masuk ke Indonesia sejak 2011 hingga sekarang jumlahnya cukup besar. Per tahun 2015 hingga 2018 saja, ada sekitar $1,8 miliar dana perubahan iklim yang masuk ke Indonesia di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), dan puluhan triliun dolar masuk ke APBN.
Kemudian Jambi, dalam skema pendanaan perubahan iklim tidak hanya pada program BioCF ini saja, tetapi jauh sebelumnya konsorsium OCFI menemukan bahwa Jambi juga sudah seringkali menjadi bagian dari proyek besar percontohan untuk perubahan iklim di Indonesia. Misalnya yang masih berdekatan dengan REDD+, ada project Berbak Ekosistem di tahun 2009 – 2012, dangan dana sekitar 290 ribuan ponsterling.
“Kenapa kami penting mendorong kajian tentang good governance di Indonesia? Temuan dasar kami di level nasional, tata kelola pendanaan perubahan iklim yang menggunakan adopsi tentang asas pemerintahan yang baik berdasarkan undang-undang itu juga tidak cukup kuat di level nasional. Umumnya dia hanya dijadikan prinsip, tapi praktek khusus tentang tata kelola yang baik itu cukup lemah di level nasional,” papar Direktur Indonesian Governance Institute, Muhammad Affan, dalam forum itu.
“Padahal,” tambahnya, “Hasil riset kita 2019 menunjukkan bahwa sektor sektor yang menjadi fokus dari pendanaan perubahan iklim ini, terutama di negara negara indeks presepsi korupsinya rendah termasuk Indonesia, itu adalah sektor sektor yang rentan terhadap prilaku korupsi.”
Sebagian besar dana perubahan iklim yang masuk ke Indonesia adalah berbentuk hutang, hibah hanya menjadi bagian kecilnya saja. Itu artinya, ada sesuatu yang harus dibayarkan rakyat Indonesia kepada si pemberi dana. Maka penguatan tata kelola dana yang tepat sasaran dan akuntabel menjadi penting, agar anak cucu kita kelak tidak menanggung beban hutang masa lalu.***
Tallinn, 6 September 2023 – Sebagai salah satu penggagas Open Government Partnership (OGP), delegasi Indonesia hadir dan diundang dalam perhelatan OGP Global Summit 2023 yang diselenggarakan di Tallinn, Estonia. Dalam kesempatan tersebut, delegasi Indonesia menerima penghargaan internasional untuk isu Perluasan Bantuan Hukum untuk Kelompok Rentan.
Salah satu delegasi tersebut berasal dari perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keterbukaan Pemerintah di Sektor Akses Keadilan, yang terdiri dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Asosiasi LBH APIK Indonesia; dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)) dengan Kementerian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ini memenangkan penghargaan nomor 1 dari hasil seleksi terhadap 47 negara anggota OGP se-Asia Pasifik.
Perluasan Bantuan Hukum Kelompok Rentan merupakan salah satu komitmen yang digagas Pemerintah dan Koalisi Masyarakat Sipil dalam Rencana Aksi Nasional Open Government Indonesia (RAN OGI) 2023-2024. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, melalui UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dimandatkan untuk menyediakan bantuan hukum gratis bagi kelompok masyarakat miskin.
Untuk memastikan hal ini, Pemerintah memiliki mekanisme anggaran bantuan hukum yang dapat digunakan oleh Organisasi Bantuan Hukum (OBH) untuk pelaksanaan dan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan keadilan, dalam hal ini kelompok masyarakat miskin. Mekanisme anggaran bantuan hukum ini juga direplikasi oleh beberapa pemerintah daerah kabupaten/kota dengan memberikan anggaran bagi pemberian bantuan hukum gratis bagi kelompok masyarakat miskin melalui APBD dengan peraturan daerah.
Sebelumnya pada tahun 2021, diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 4 Tahun 2021 mengenai Standar Layanan Bantuan Hukum. Dalam kebijakan ini, OBH perlu melakukan asesmen kebutuhan sebelum mendampingi kelompok rentan. Tidak hanya itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari IJRS, PBHI, dan Asosiasi LBH APIK Indonesia juga telah menghasilkan berbagai riset terkait yaitu Survei Kebutuhan Hukum bagi Kelompok Rentan dan Kajian Anggaran Bantuan Hukum yang Berperspektif Kelompok Rentan yang menjadi acuan untuk perbaikan kebijakan bantuan hukum di Indonesia.
Pemberian bantuan hukum, pendampingan kepada kelompok rentan, dan penguatan kapasitas pemberi bantuan hukum agar sensitif terhadap kebutuhan kelompok rentan, juga tanpa lelah terus dilaksanakan oleh PBHI serta Asosiasi LBH APIK Indonesia di berbagai wilayah di Indonesia.
Pemberian penghargaan ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi Pemerintah Indonesia serta kelompok masyarakat sipil untuk menghadapi berbagai tantangan selanjutnya dalam memastikan pemenuhan akses keadilan tidak berhenti pada tahap seperti sekarang ini saja. Berdasarkan hasil Survei Kebutuhan Hukum Kelompok Rentan di tahun 2022 menemukan adanya 47.7% kelompok rentan masih enggan untuk menggunakan bantuan hukum dengan alasan khawatir prosesnya akan sulit dan proses dianggap lama atau bertele-tele. Selain itu, 50% kelompok rentan cenderung membutuhkan konsultasi ketika bermasalah hukum, namun anggaran konsultasi dalam pos non-litigasi bantuan hukum dari negara masih sangatlah minim yaitu hanya Rp 200.000,- per perkara, serta timpang dibandingkan anggaran litigasi di peradilan. Belum lagi, masih ditemukan adanya pengetahuan terhadap akses layanan bantuan hukum yang cenderung rendah di mana 42.8% kelompok rentan tidak mengetahui kemana harus mencari bantuan hukum gratis, dan 58.7% masih menganggap permasalahan hukum hanya dapat diselesaikan jika memiliki uang lebih.
Kondisi-kondisi ini menggambarkan bahwa masih diperlukannya upaya perbaikan secara menyeluruh agar bantuan hukum bagi kelompok rentan yang aksesibel perlu ada berbagai langkah-langkah strategis dan inovatif pada level kebijakan kedepannya. Seperti contoh, perlu adanya perluasan target penerima bantuan hukum agar juga dapat benar-benar diakses serta membantu kelompok rentan baik itu perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok disabilitas, minoritas gender, dan sebagainya dalam memperoleh keadilan yang dibutuhkan. Hal ini juga menjadi salah satu rekomendasi dari Konferensi Nasional Bantuan Hukum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia dan Kelompok Masyarakat Sipil pada tahun 2019 lalu.
Penghargaan yang diperoleh ini patut diapresiasi sebagai buah dari upaya-upaya yang selama ini telah dikolaborasikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil dan Pemerintah untuk memastikan bantuan hukum kelompok rentan yang aksesibel. Namun, hal ini tidak akan menjadi titik akhir dari langkah penguatan bantuan hukum secara umum di Indonesia. Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu untuk diselesaikan agar bantuan hukum dapat secara riil membantu masyarakat yang membutuhkan keadilan. Beberapa langkah-langkah strategis yang dicatat oleh KoalisiMasyarakat Sipil untuk Keterbukaan Pemerintah, untuk ditindaklanjuti bersama yaitu sebagai berikut:
Pemerintah Indonesia perlu tetap melibatkan masyarakat sipil dalam setiap pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan Bantuan Hukum dengan memberikan ruang seluas-luasnya dalam setiap tahapan, untuk memastikan akuntabilitas dan pembuktian komitmen Pemerintah setelah mendapatkan OGP Award;
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM bersama Dewan Perwakilan Rakyat perlu memastikan kelompok rentan lainnya (selain masyarakat miskin) menjadi penerima bantuan hukum melalui revisi pada UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;
Kementerian Hukum dan HAM melalui BPHN dan Bappenas perlu untuk melakukan asesmen kebutuhan secara berkala kepada penerima manfaat dari layanan bantuan hukum khususnya kepada kelompok rentan–termasuk memastikan akomodasi yang layak dan pemenuhan berbagai kebutuhan berbagai kelompok rentan ketika berurusan dengan hukum. Hal ini sesuai dengan mandat dalam Permenkumham No. 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum. Sehingga, perencanaan, penganggaran, dan pemberian bantuan hukum lebih akuntabel dan tepat sasaran;
Kementerian Hukum dan HAM bersama Bappenas dan Kementerian Keuangan perlu memastikan anggaran bantuan hukum disusun, dianggarkan, dan diberikan sesuai kebutuhan yang ada di lapangan. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa layanan non-litigasi merupakan layanan yang paling banyak diakses dan dibutuhkan oleh masyarakat, terkhusus kelompok rentan. Oleh karenanya, anggaran non-litigasi perlu untuk ditingkatkan secara signifikan untuk dapat memenuhi kebutuhan yang muncul;
Kementerian Hukum dan HAM bersama pemangku kepentingan lainnya yang relevan, perlu terus memastikan kesadaran dan kemampuan hukum masyarakat dengan melakukan berbagai sosialisasi yang disesuaikan dengan karakteristik kelompok rentan yang ada, pendalaman di level pendidikan dasar, pemberdayaan dan penyuluhan hukum melalui skema non-litigasi, hingga kolaborasi dengan, aparat penegak hukum, penyedia layanan serta OBH dan masyarakat sipil lainnya untuk mempromosikan dan mengupayakan bantuan hukum yang inklusif.
Jakarta, 22 Juni 2023 – Penolakan sejumlah warga masyarakat di Tambun Selatan Kabupaten Bekasi yang menghentikan kegiatan ibadah di Rumah Doa Fajar Pengharapan, menjadi ancaman bagi keberagaman Indonesia. Terlebih sekarang kita lagi berupaya untuk menumbuhkan sikap saling menghormatidan menghargai keberagaman di masyarakat.
Kejadian di Tambun Selatan Kabupaten Bekasi merupakan rentetan kejadian yang berpotensi mengancam gerakan moderasi beragama. “Literasi masyarakat kita terhadap moderasi beragama masih lemah. Ini menjadi agenda kita semua untuk mengupayakan adanya “aware” terhadap nilai-nilai pluralistik,” ujar Direktur Eksekutif Medialink Ahmad Faisol dalam acara “Editor Meeting & Kelas Jurnalisme” di Jakarta, 22 Juni 2023.
Faisol menambahkan bahwa tugas mensosialisasikan dan menumbuhkan sikap keberagamaan yang moderat bukan saja tugas aktor-aktor masyarakat dan negara, tapi juga menjadi peran yang harus diambil media.
Media jangan hanya terjebak pada tugas “memberitakan” saja, tanpa memberi arti betapa pentingnya menumbuhkan sikap keberagamaan yang inklusif di masyarakat. Terlebih bagi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang plural dan heterogen. “Perubahan jaman yang semakin digital, tak mengubah tugas media sebagai pilar keempat dan pengawas demokrasi masih relevan hingga sekarang. Itu prinsip yang harus tetap dijaga,” tegas Faisol.
Dalam penelitian Medialink, pemberitaan terkait isu-isu konflik keagamaan di masyarakat memang massif. Namun isu yang ditampilkannya banyak yang kurang menyampaikan pesan pentingnya hidup yang dilandasi dengan nilai-nilai moderasi dan inklusifitas. Tidak hanya media, negara juga sangat dibutuhkan perannya. Selama ini negara terkesan abai dan cuek melihat konflk-konflik keagamaan yang terjadi di masyarakat.
“Sinyalemen banyaknya konflik-konflik keagamaan di masyarakat yang tidak selesai semakin memperkuat tuduhan tersebut. harusnya negara bersikap tegas dalam hal ini,” jelasnya.
Medialink bersama dengan AMSI melakukan penelitian terkait monitoring media dimana hasil dari penelitian tersebut disampaikan saat Editor Meeting dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dan diakhiri dengan buka puasa bersama yang dilaksanakan pada Senin (17/04/2023) di Kafe Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat.
Menurut Direktur Eksekutif Medialink Faisol, Medialink lebih memfokuskan pada penelitian pada isu-isu keberagaman, kebangsaan, kebhinekaan, dan pentingnya peran media dalam menyuguhkan konten positif dari praktek keberagaman dan kebebasan beragama yang ada di Indonesia.
Hal baik dari kebhinekaan yang sering kali tertutupi oleh banyaknya pemberitaan kasus kecil dan partial sehingga keberagaman di Indonesia dipandang sebagai suatu opini yang negatif juga menjadi hal yang dipaparkan oleh Direktur Eksekutif MediaLink.
Faisol juga menyampaikan apresiasi dan penghargaa kepada media yang mengangkat isu-isu dari keberagaman sehingga menjadi atensi publik, namun ia akan lebih baik jika media mengimbangi berita negatif tersebut dengan berita positif dari keberagaman yang ada di Indonesia dengan tujuan mengimbangi algoritma dunia digital.
MediaLink dan AMSI berencana untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih baik untuk masyarakat dengan memperkuat literasi masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memilah konten yang layak untuk dikonumsi.
Literasi adalah kunci demi terciptanya konten yang positif dan berkualitas. Media memiliki peran untuk menyediakan tempat bagi masyarakat untuk menyuarakan isu keberagaman serta ditunjang dengan literasi yang baik.
Faisol juga mengusulkan peran aktif Pemerintah melalui program kementrian dan lembaga seperti Kominfo untuk memperbanyak program literasi. Saat ini, media sosial didominasi oleh konten negatif, oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengntensifkan penguatan literasi. Jika literasi berkembang, maka teknologi untuk memanfaatkan teknologi itu juga harus berkembang.
Terakhir, Faisol berharap benih-benih toleransi, keberagaman dan kebhinekaan akan terus tetap hidup di berbagai daerah dan wilayah di Indonesia.
Jakarta, 2 Mei 2023 – Pemilihan umum serentak tahun 2024 tinggal menghitung waktu. Praktis seluruh partai politik mulai bergerilya menarik simpati masyarakat untuk meraup suara sebanyak-banyaknya demi memenangkan kontestasi pesta demokrasi. Mudah ditebak, janji politik sudah barang tentu bertaburan kepada masyarakat, tak terkecuali menyangkut isu antikorupsi. Namun, sebagaimana terjadi pada periode sebelumnya, janji yang diucapkan kerap berbeda dengan realita sebenarnya. Oleh karena itu, penting untuk menguji konsistensi antikorupsi partai politik jelang pemilu mendatang, terutama dalam hal transparansi dan akuntabilitas keuangan organisasi.
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah meletakkan Partai Politik sebagai Badan Publik. Maka dari itu, konsekuensi logis dari pengaturan itu pun menegaskan bahwa segala informasi, termasuk laporan pengelolaan keuangan, wajib disediakan secara berkala oleh partai politik. Ditambah lagi terdapat yurisprudensi putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 207/VI/KIP-PS-M-A/2012 antara ICW melawan Partai Demokrat yang memutuskan rincian laporan keuangan partai dikategorikan sebagai informasi terbuka. Melandaskan pada regulasi dan yurisprudensi tersebut, tidak ada pilihan lagi bagi partai untuk berdalih menutupi informasi keuangannya dari masyarakat.
Sepanjang bulan April lalu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (Sumatera Utara), Lembaga Perkumpulan Media Lintas Komunitas (DKI Jakarta), Aliansi Jurnalis Independen Surabaya (Jawa Timur), Bengkel Advokasi Pengembangan dan Pemberdayaan Kampung (Nusa Tenggara Timur), dan Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (Sulawesi Selatan) serentak mengajukan permintaan informasi keuangan kepada sejumlah partai politik. Adapun informasi yang diminta terdiri dari lima bagian, diantaranya:
Surat Keputusan Partai yang memuat Daftar Program Umum tahun 2020 dan 2021.
Rencana Penggunaan Anggaran Partai Tahun 2020 dan 2021.
Laporan Realisasi Anggaran Partai Tahun 2020 dan 2021.
Laporan Neraca Partai Tahun 2020 dan 2021.
Laporan Arus Kas Partai Tahun 2020 dan 2021.
Untuk partai politik sendiri, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta informasi pada tingkat pusat dan daerah. Secara lebih rinci, pembagian partainya sebagai berikut:
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Partai Gerakan Indonesia Raya
Partai Golongan Karya
Partai Demokrat
Partai Nasdem
Partai Kebangkitan Bangsa
Partai Keadilan Sejahtera
Partai Amanat Nasional
Partai Persatuan Pembangunan
Partai Solidaritas Indonesia
Partai Persatuan Indonesia
Partai Hati Nurani Rakyat
Partai Bulan Bintang
Merujuk pada UU KIP, belasan partai politik di atas memiliki waktu selama 10 hari untuk menjawab permintaan informasi tersebut. Jika tak kunjung dijawab, maka Koalisi Masyarakat Sipil akan meneruskan mekanisme permohonan informasi hingga nanti berujung pada persidangan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat.
Jakarta, OGP Indonesia – Perkumpulan Media Lintas Komunitas (MediaLink) selaku sekretariat Civil Society Organization (CSO) Open Government Partnership (OGP) yang di dukung oleh Publish What You Pay (PWYP) Indonesia melaksanakan diskusi finalisasi rancangan rencana aksi Open Government Indonesia usulan masyarakat sipil secara hybrid pada tanggal 05 Agustus 2022.
Acara ini dihadiri oleh tiga puluh empat peserta dari sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti PWYP Indonesia, TII, IPC, ICW, Perludem, YLBHI, SAFENet, INFIF, Open Ownership, Asosiasi LBH APIK Indonesia, IJRS, PBHI, Seknas FITRA, YAPPIKA-ActionAid, Suarise Indonesia, AURIGA, Kopel, PATTIRO, Perludem, Tifa Foundation, Mahasiswa UNPAD magang, Sekretariat OGI, PoC OGP Indonesia/Bappenas dan Sekretariat Stranas PK-KPK.
Tujuannya adalah untuk memastikan bagaimana rencana aksi OGI tahun 2023-2024 merupakan rencana aksi yang partisipatif, transparan dan mempertimbangkan keberlanjutan rencana aksi sebelumnya yang sejalan dengan agenda prioritas pembangunan nasional serta bermanfaat bagi kondisi riil masyarakat. Penting untuk memastikan bahwa rencana aksi di tahun berikutnya benar-benar ada yang mengawal pelaksanaannya.
Selain itu, sekretariat CSO OGP Indonesia juga menginisiasi lahirnya working group untuk mempermudah pengelompokkan usulan rencana aksi yang akan disusun dan memastikan usulan rencana aksi yang disusun sesuai dengan standar dan prinsip-prinsip open governement partnership. Ada working group Anti Korupsi & Anggaran, Legal Aid & Access to Justice, Inclusive Public Service, SDA, Lingkungan dan Energi, GEDSI dan Civic Space & Demokrasi.
beberapa kesepakatan yang dihasilkan dalam diskusi ini meliputi: pertama, dari 22 komitmen yang diusulkan berhasil disepakati menjadi 16 komitmen; kedua, rencana aksi OGI tahun 2023-2024 usulan masyarakat sipil meliputi: (1) Peningkatan Akuntabiilitas Program Pembangunan di tingkat Desa; (2) Transparansi Data Anggaran Kementerian/Lembaga; (3) Transparansi data pengadaan barang/jasa, Integrasi dan Pemanfaatan Data Beneficial Ownership; (4) Akuntabilitas New DTKS yang inklusif; (5) Akuntabilitas Program Jaminan Kesehatan Semesta; (6) Penanganan Kekerasan Berbasis Gender; (7) Penyediaan Akses Digital yang Layak Bagi Difabel; (8) Pengembangan Sistem Data SDA dan Lingkungan; (9) Penguatan Complain Handling Mechanisme khusus Lingkungan; (10) Transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan perubahan iklim; (11) Mendorong Kerangka hukum untuk memperkuat partisipasi kewargaan; (12) Sistem Integritas Partai Politik; (13) Tata Kelola Data Pemilu Terbuka; (14) Peningkatan Kualitas Layanan terhadap Bantuan Hukum; (15) Akuntabilitas proses peradilan yang aksesible (inklusif dan akomodatif) bagi kelompok rentan (termasuk digitalisasi dan keterbukaannya); dan (16) Mekanisme Pemulihan Korban HAM di Aceh dan RUU KKR menjadi prioritas Prolegnas; dan ketiga, 16 komitmen yang telah diusulkan akan dipertajam kembali melalui diskusi bersama kementerian dan lembaga pemerintah untuk menjadi program kolaborasi.
Lembaga Perkumpulan Media Lintas Komunitas atau
disingkat MediaLink didirikan pada 15 Januari 2010 oleh orang-orang yang
memiliki latar belakang jurnalis, ahli komunikasi, dan aktivis kebebasan
informasi.
Lembaga ini didirikan atas dasar keprihatinan
terhadap pemanfaatan informasi bagi kepentingan publik. Era informasi membuat
peredaran informasi makin masif, akan tetapi tidak semua orang memperoleh
manfaat yang sama. Penguasaan terhadap informasi atau sumber-sumber informasi
tidak merata.
MediaLink didirikan sebagai upaya untuk
mendorong terciptanya kesetaraan dalam akses informasi dan kebermanfaatan
informasi bagi semua orang, sehingga peredaran informasi dapat menyumbang
sebesar-besarnya bagi kehidupan bersama yang demokratis dan sejahtera.
Visi
MediaLink diorientasikan sebagai lembaga yang
berkontribusi aktif dalam mewujudkan demokrasi yang didasarkan pada kesetaraan
akses terhadap sarana dan sumberdaya informasi bagi semua orang.
Strategi
Dalam rangka mencapai Visi tersebut, MediaLink berupaya:
Menumbuhkan komunitas-komunitas informasi yang saling terhubung dan mempunyai kapabilitas untuk mengartikulasikan hak-haknya sebagai warga negara
Mendorong lahir dan berjalannya kebijakan terkait informasi dan media yang mengarah pada kesetaraan akses bagi semua orang
Mengembangkan pengetahuan terkait informasi dan media dengan mengkombinasikan pengalaman komunitas dan disiplin keilmuan.
Strategi
MediaLink menggunakan tiga strategi utama dalam kerja-kerjanya:
Menggerakkan kesadaran kewargaaan (citizenship) dan memperkuat kemampuan menggunakan hak kewargaan bagi kelompok masyarakat tidak mampu dan terpinggirkan.
Memengaruhi para pengambil kebijakan melalui kerja advokasi. MediaLink melihat kebijakan sebagai arena penting dalam pemerataan informasi.
Memengaruhi wacana publik melalui media arusutama dan media alternatif.
Program Kerja Prioritas
Penguatan keterbukaan data dan partisipasi publik dalam Open Government Partnership (OGP)
Indonesia
Penguatan kapasitas warga dalam hak informasi dan partisipasi di isu sektoral (terutama
sektor kesehatan dan lingkungan)
Kesetaraan infrastruktur digital, keterbukaan data dan pemantauan partisipasif dalam
Sustainable Development Goals (SDGs)
Penguatan kerangka tatakelola pemerintahan lokal yang terbuka dan partisipatif di
beberapa wilayah kerja prioritas dalam konteks UU Desa
Advokasi kepentingan publik dalam perumusan dan revisi kebijakan informasi dan
komunikasi
Organisasi dan Manajen
Akte Notaris Pendirian:
Iswandono Poerwodinoto, SH, Sp.N, M.Kn No 01 – 01 September 2010.
Pengesahan:
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU -24.AH.01.06.Tahun 2011