MediaLink

Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia Bersama Mendukung Open Government Partnership (OGP)

Jakarta – Medialink bersama 107 organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia melaksanakan Pertemuan nasioanl pada Rabu smapai Kamis (12-13/12) di Jakarta. Pertemuan nasional tersebut khusus untuk untuk membahas “Open Government Partnership, dengan tema OGP, Improving Governance and Renewing Trust”. Pertemuan tahun ini bertujuan untuk memperkuat jaringan dan melakukan konsolidasi dalam gerakan Open Government Indonesia.

Kegiatan ini diadakan oleh Medialink selaku Sekretariat Nasional CSO Open Government Indonesia. Kegiatan ini diadakan setiap 2 tahun dengan mengundang jaringan CSO di seluruh Indonesia yang concern dalam mendorong penyelenggaraan pemerintah yang terbuka. Adapun CSO yang berkesempatan hadir adalah ACEH: Gerak Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh SUMATERA UTARA: FITRA Sumut, PUSAKO Padang, RIAU: FITRA Riau, LAMPUNG: ECOTON, YKWS, BANTEN: TRUTH Banten, PATTIRO BANTEN, PATTIRO Serang, Banten Bersih, KOMPAK Lebak, JAWA BARAT: INISIATIF Bandung, CRPG, Fahmina Institute, Garut Gavernment Watch (GGW) AKATIGA, B-TRUST, LBH Bandung, JAWA TENGAH: PATTIRO Semarang, KP2KKN, LBH Semarang, Gebrak Brebes, INSAN Wonosobo, MP3 Wonosobo, Formasi (Kebumen), Laskar Batang, PATTIRO KENDAL, DI YOGYAKARTA: INFEST, IDEA, LKIS, SIGAB, JAWA TIMUR: FITRA Jatim, WALHI Jatim, Komunitas Averroes, IDFOS, Migran Care Jember, Bojonegoro Institute, Malang corruption Watch (MCW), SUMATERA BARAT: Integritas, KALIMATAN BARAT: Gemawan (Kalbar), Link-AR Borneo (Kalbar), KALIMANTAN TIMUR: POKJA 30, JATAM Kaltim, KALIMANTAN TENGAH : AMAN, KH2 Institute, SULAWESI SELATAN: YASMIB, KOPEL Makasar, MALUKU UTARA: FORMAMA, PUSPAHAM, ARIKA MAHINA, SULAWESI TENGGARA: ALPEN, NTT : PIAR Kupang, WALHI NTT, Bengkel APEK, NTB: SOMASI, FITRA NTB, SOLUD, Konsepsi, BALI: SLOKA Institute, LBH Bali, PAPUA dan PAPUA BARAT: KIPRA, PTPPMA, Perdu, Mnukwar, DKI Jakarta: PATTIRO, YAPPIKA-Action Aid, IPC, ICW, MAPPI FHUI, PERLUDEM, ICEL, PWYP Indonesia, FITRA, IBC, KPPOD, Epistema Institute, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), AJI Jakarta, Transparency International Indonesia (TII), YLBHI, LBH Jakarta, WALHI Pusat, ELSAM, Wahana Visi Indonesia, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Prakarsa, KOPEL, Migran Care, Koalisi Perempuan Indonesia, Intitute Kapal Perempuan, Wahid Institute, ICJ, PSHK, ILAB, P3M, INFID, AJI Indonesia, JATAM, SBMI, KODE Inisiatif, JPPR, JPIK, Article 33, Sawit Watch.

“Sampai saat ini Indonesia masuk tahun ke tujuh keterlibatan dalam Open Government Partnership. Tetap terlaksananya OGP samapi sekarang, faktor utamanya terdapat pada aktornya yang memiliki semangat dalam mengawal, tutur Tanti dari OMS Media Link. Selama perjalanannya capaian OGP yang perlu dilanjutkan dan dikembangkan yaitu adanya model co-creation, dimana adanya kerjasama yang sejajar antara pemerintah dan masyarakat sipil. Sampai saat ini proses paling baru dalam OGP  yaitu semua Renaksi Open Government Indonesia  (OGI) merupakan usulan dari CSO, yang mana belum pernah ada sebelumnyai”, ujar Darwanto dari OMS Media link, Ketua Pelaksana kegiatan ini.

Berdasarkan hasil diskusi dalam pertemuan dua hari tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan. Kesmipulan yang ada bermuara pada desakan kepada pemerintah untuk: 1) menjamin pelaksanaan hukum yang mengakui kebebasan berekspresi, berserikat, berkumpul, kebebasan informasi, perindungan saksi dan korban, menghapus, dan kontrol kepada organisasi masyarakat sipil. Mengingat masih ada beberapa pembatasan kebebasan berpendapat di beberapa daerah, 2) memasukkan agenda Open Government Partnership (OGP) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang melibatkan organisasi masyarakat sipil atau CSO secara konsisten untuk menjamin keberlanjutan implementasinya ke depan. Tata kelola sekretariat bersama Open Government Indonesia (OGI) antara pemerintah dan CSO yang  lebih operasional dan pelaksanaan praktek OGP yang lebih luas. Dengan serius di seluruh daerah di Indonesia dengan dukungan mitra pembangunan yang difasilitasi oleh pemerintah, 3) Presiden terpilih dan anggota parlemen terpilih pada Pemilu 2019, untuk memberikan jaminan keberlanjutan OGP melalui inisiatif ini dengan regulasi yang kuat. Mengingat hingga saat ini, belum ada regulasi yang menjadi payung hukum dalam pelaksanaan inisiatif ini. Paltform OGP harus menjadi salah satu cara dalam implementasi tujuan pembangunan berkelanjutan.

Pada pertemuan ini dihadiri oleh wakil dari Pemerintah seperti Bappenas dan Kantor Staff Presiden. Kegiatan ini salah satunya menghasilkan komunike Komunike Bersama Forum Masyarakat Sipil Untuk Pemerintahan Terbuka: “Negara Harus Melanjutkan Agenda Kemitraan Pemerintah Terbuka”. Dokumen tersebut akan disampaikan kepada Pemerintah, dalam hal ini kepada Presiden terpilih.

Akuntabilitas Sosial Minim

 

Kompas – Jakarta – Akuntabilitas sosial layanan kesehatan di daerah perbatasan amat minim. Selain ketersediaan unit layanan kesehatan dan tenaga kesehatan belum optimal, konektifitas dan aksesibilitas warga terhadap layanan kesehatan juga terkendala.

Hal itu diungkapkan paparan hasil studi awal Media Link tentang akuntabilitas layanan kesehatan di area perbatasan, Selasa (11/12/2018), di Jakarta. Studi itu dilakukan sejak Agustus 2017-Februari 2018 di empat wilayah yakni Kabupaten Bengkalis, Riau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat; Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Media Link ialah lembaga nonpemerintah yang fokus pada isu kebebasan informasi dan demokratisasi media.

“Empat daerah yang dipilih sebagai lokasi studi itu jadi representasi area perbatasan lain. Kami tujukan daerah perbatasan berupa kepulauan seperti di Bengkalis yang berbatasan langsung dengan negara lain seperi Kabupaten Sambas dan daerah terluar yang berbatasan laut lepas di Kabupaten Lombok Barat”, kata Darwanto, peneliti dan penulis buku Akuntabilitas Sosial Pelayanan Kesehatan Daerah Perbatasan.

Menurut Darwanto yang juga Manager Program Media Link, dalam prinsip akuntabilitas sosial terkait layanan kesehatan, ada lima elemen saling terkait, yakni tindakan negara, tindakan warga, infromasi, kanal interaksi warga dan pemerintah, serta mobilisasi sipil. “Tindakan warga ataupun pemerintah terjadi jika informasi tersampaikan ke warga lewat interaksi dan mobilisasi” ujarnya.

Konektifitas

Mujtaba, salah satu peneliti dan penulis buku ini memaparkan, hasil riset itu menunjukkan layanan kesehatan belum diakses dengan baik oleh warga karena konektivitas tempat tinggal warga dan unit layanan kesehatan buruk. Contohnya, puskesmas di kecamatan terdepan Sambas dibangun dan direhabilitas dengan baik, tetapi pembangunan infrastuktur transportasi dan jaringan komunikasi tak terintegrasi “Jadi, warga sulit mengakses puskesmas itu”, ucapnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Arif Nur Alam menilai, kondisi itu terhadi karena tata ruang tak terintegrasi “Infrastruktur dibangun kadang tak melewati fasilitas layanan publik, termasuk layanan kesehatan. Akses warga menjangkau layanan kesehatan jadi rendah”, ujarnya.

Darwanto menambahkan, partisipasi warga dan arus informasi layanan kesehatan di empat lokasi yang diteliti juga kurang. Warga sulit mengakses jadwal praktik petugas kesehatan di fasilitas kesehatan sehingga harus menginap karena petugas kesehatan tidak tersedia.

Mujtaba menegaskanm hasil studi itu akan merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk mendorong akuntabilitas warga dalam pemenuhan layanan kesehatan di daerah perbatasan. Penggunaan teknologi informasi berupa e-puskesmas dan e-posyandu perlu di jalankan.

Selain itu, pemberdayaan kader-kader kesehatan lokal juga perlu dioptimalkan. Apalagi, sedikit petugas yang mau bekerja di area itu. “akuntabilitas sosial lebih pada kesehatan ialah hak setiap orang”, katanya. (TAN)

Sumber : Kompas, 12 Desember 2018