MediaLink

Open Climate Change Financing In Indonesia (OCFI)

Open Climate Change Financing In Indonesia (OCFI) merupakan sebuah konsorsium yang dibentuk oleh kumpulan NGO nasional yang terdiri dari Indonesia Budget Center (IBC) yang bekerja untuk terwujudnya penganggaran negara yang terbuka dan adil dengan mendorong akuntabilitas pemerintah termasuk peningkatan kemampuan masyarakat sipil untuk mengawasi anggaran negara, Indonesia Governance Institute (IGI) yang fokus mendorong tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, dan Perkumpulan Media Lintas Komunitas (Medialink) yang aktif bekerja untuk mewujudkan demokrasi yang didasarkan pada kesetaraan akses terhadap sarana dan sumberdaya informasi bagi semua orang.

Konsorsium ini di bentuk pada tahun 2023 yang bertujuan untuk mendorong penguatan tata kelola pendanaan perubahan iklim di Nasional dan Sub Nasional. Dalam menjalankan perannya, OCFI mengawal agar pengelolaan pendanaan perubahan iklim lebih transparan, akuntabel dan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Open Climate Change Financing In Indonesia (OCFI) merupakan sebuah konsorsium yang dibentuk oleh kumpulan NGO nasional yang terdiri dari Indonesia Budget Center (IBC) yang bekerja untuk terwujudnya penganggaran negara yang terbuka dan adil dengan mendorong akuntabilitas pemerintah termasuk peningkatan kemampuan masyarakat sipil untuk mengawasi anggaran negara, Indonesia Governance Institute (IGI) yang fokus mendorong tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, dan Perkumpulan Media Lintas Komunitas (Medialink) yang aktif bekerja untuk mewujudkan demokrasi yang didasarkan pada kesetaraan akses terhadap sarana dan sumberdaya informasi bagi semua orang.

OCFI mengawali perannya dengan melakukan kajian tentang Tata Kelola Pendanaan Perubahan Iklim di level Nasional dan Provinsi Jambi. Kajian ini difokuskan pada 3 poin penting meliputi: (1) gambaran sumber pendanaan perubahan iklim di Indonesia termasuk mekanisme penyaluran, serta siapa penerima manfaat dana tersebut; (2) rumusan strategi pengawasan bagi masyarakat dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pendanaan perubahan iklim; dan (3) rekomendasi kebijakan penyaluran dana perubahan iklim agar lebih efektif dan efisien serta berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

Tata Kelola yang Baik akan Selamatkan Anak Cucu dari Hutang Masa Lalu

Jambi –  (OCFI) Konsorsium Open Climate Change Financing in Indonesia (Indonesia Budget Center, Indonesia Governance Institute, Perkumpulan Media Lintas Komunitas) yang merupakan gabungan tiga lembaga masyarakat sipil untuk penelitian terkait pendanaan perubahan iklim di Indonesia, melakukan focus group discussion (FGD) dengan tema “Implementasi Program BioCarbon Fund Provinsi Jambi”, di Swiss-Belhotel Kota Jambi pada Selasa, 29 Agustus 2023.

Diskusi terfokus ini diselenggarakan oleh Konsorsium OCFI bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi, dan melibatkan beberapa organisasi pemerintah daerah (OPD) di lingkup Pemerintahan Daerah Provinsi Jambi.

Kepala Bappeda Provinsi Jambi, Agus Sunaryo, dalam sambutannya yang diwakilkan oleh Kepala Bidang Perekonomian & SDA Bappeda Provinsi Jambi, Ahmad Subhan menyampaikan, Pemerintah Provinsi Jambi senantiasa meningkatkan kerja sama untuk mewujudkan program BioCarbon Fund Integrated Sustainable Forest Landscape (BioCF ISFL) di Provinsi Jambi.

Program BioCF ISFL, dijelaskan Subhan, adalah program yang bertujuan untuk mempromosikan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor lahan, penurunan deforestasi dan degradasi hutan, termasuk pengelolaan pertanian dan pengelolaan lahan lain, untuk meminimalisir kehilangan tutupan hutan dan lahan.

“Program ini tentu saja yang masih terbatas di sektor AFOLU. Dapat menjadi pembiayaan tambahan untuk pelaksanaan program pembangunan di Provinsi Jambi, terutama dalam lingkup pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi terhadap kawasan maupun non kawasan hutan,” paparnya.

Provinsi Jambi juga telah menetapkan Peraturan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Pertumbuhan Ekonomi Hijau dan sudah disingkronkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jambi, yang akan dijadikan acuan bagi perangkat daerah untuk melaksanakan program berbasis ekonomi hijau, termasuk pendanaan perubahan iklim.

OFCI, yang tergabung di dalamnya adalah Perkumpulan Media Lintas Komunitas (Medialink), Indonesia Budget Center (IBC), dan Indonesia Governance Institute memandang perlu untuk didorong tata kelola pendanaan perubahan iklim yang baik, tidak hanya dilihat dari penurunan emisinya saja, tapi juga bagaimana memastikan proses yang lebih transparan dan akuntabel.

“Dan kita memastikan juga bahwa kepentingan dari masyarakat, dan dalam hal ini juga pemerintah daerah untuk kemudian menjadi bagian yang penting dalam penerimaan dana dari pendanaan iklim ini,” kata Tanti Budi Suryani, dari Perkumpulan Medialink yang mewakili konsorsium OCFI memberikan kata sambutan dalam diskusi tersebut.

Tanti menyampaikan, khusus untuk kajian di tahun 2023 ini pihaknya memfokuskan Jambi menjadi objek penelitian di level daerah. Pada level nasional sendiri konsorsium OCFI telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan melalui beberapa kali pertemuan, terutama dengan Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia, serta Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Data temuan konsorsium OCFI dari riset di level nasional, pendanaan perubahan iklim yang masuk ke Indonesia sejak 2011 hingga sekarang jumlahnya cukup besar. Per tahun 2015 hingga 2018  saja, ada sekitar $1,8 miliar dana perubahan iklim yang masuk ke Indonesia di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), dan puluhan triliun dolar masuk ke APBN.

Kemudian Jambi, dalam skema pendanaan perubahan iklim tidak hanya pada program BioCF ini saja, tetapi jauh sebelumnya konsorsium OCFI menemukan bahwa Jambi juga sudah seringkali menjadi bagian dari proyek besar percontohan untuk perubahan iklim di Indonesia. Misalnya yang masih berdekatan dengan REDD+, ada project Berbak Ekosistem di tahun 2009 – 2012, dangan dana sekitar 290 ribuan ponsterling.

“Kenapa kami penting mendorong kajian tentang good governance di Indonesia? Temuan dasar kami di level nasional, tata kelola pendanaan perubahan iklim yang menggunakan adopsi tentang asas pemerintahan yang baik berdasarkan undang-undang itu juga tidak cukup kuat di level nasional. Umumnya dia hanya dijadikan prinsip, tapi praktek khusus tentang tata kelola yang baik itu cukup lemah di level nasional,” papar Direktur Indonesian Governance Institute, Muhammad Affan, dalam forum itu.

“Padahal,” tambahnya, “Hasil riset kita 2019 menunjukkan bahwa sektor sektor yang menjadi fokus dari pendanaan perubahan iklim ini, terutama di negara negara indeks presepsi korupsinya rendah termasuk Indonesia, itu adalah sektor sektor yang rentan terhadap prilaku korupsi.”

Sebagian besar dana perubahan iklim yang masuk ke Indonesia adalah berbentuk hutang, hibah hanya menjadi bagian kecilnya saja. Itu artinya, ada sesuatu yang harus dibayarkan rakyat Indonesia kepada si pemberi dana. Maka penguatan tata kelola dana yang tepat sasaran dan akuntabel menjadi penting, agar anak cucu kita kelak tidak menanggung beban hutang masa lalu.***

Negara Setengah Hati Urus Konflik Keagamaan

Jakarta, 22 Juni 2023 – Penolakan sejumlah warga masyarakat di Tambun Selatan Kabupaten Bekasi yang menghentikan kegiatan ibadah di Rumah Doa Fajar Pengharapan, menjadi ancaman bagi keberagaman Indonesia. Terlebih sekarang kita lagi berupaya untuk menumbuhkan sikap saling menghormatidan menghargai keberagaman di masyarakat.


Kejadian di Tambun Selatan Kabupaten Bekasi merupakan rentetan kejadian yang berpotensi mengancam gerakan moderasi beragama. “Literasi masyarakat kita terhadap moderasi beragama masih lemah. Ini menjadi agenda kita semua untuk mengupayakan adanya “aware” terhadap nilai-nilai pluralistik,” ujar Direktur Eksekutif Medialink Ahmad Faisol dalam acara “Editor Meeting & Kelas Jurnalisme” di Jakarta, 22 Juni 2023.

Faisol menambahkan bahwa tugas mensosialisasikan dan menumbuhkan sikap keberagamaan yang moderat bukan saja tugas aktor-aktor masyarakat dan negara, tapi juga menjadi peran yang harus diambil media.

Media jangan hanya terjebak pada tugas “memberitakan” saja, tanpa memberi arti betapa pentingnya menumbuhkan sikap keberagamaan yang inklusif di masyarakat. Terlebih bagi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang plural dan heterogen. “Perubahan jaman yang semakin digital, tak mengubah tugas media sebagai pilar keempat dan pengawas demokrasi masih relevan hingga sekarang. Itu prinsip yang harus tetap dijaga,” tegas Faisol.


Dalam penelitian Medialink, pemberitaan terkait isu-isu konflik keagamaan di masyarakat memang massif. Namun isu yang ditampilkannya banyak yang kurang menyampaikan pesan pentingnya hidup yang dilandasi dengan nilai-nilai moderasi dan inklusifitas. Tidak hanya media, negara juga sangat dibutuhkan perannya. Selama ini negara terkesan abai dan cuek melihat konflk-konflik keagamaan yang terjadi di masyarakat.

“Sinyalemen banyaknya konflik-konflik keagamaan di masyarakat yang tidak selesai semakin memperkuat tuduhan tersebut. harusnya negara bersikap tegas dalam hal ini,” jelasnya.

Membingkai Lapindo “Pendekatan Konstruksi Sosial Atas Kasus Lapindo”

Menguak Ketertutupan Kasus Lapindo 

 

Semua berawal dari itikad baik untuk membuka akses informasi atas kasus Lapindo kepada publik luas. informasi adalah publik, begitulah prinsip yang mendasari penerbitan buku bunga rampai ini. usaha mempublikasikan bunga rampai Membingkai Lapindo ini merupakan salah satu usaha untuk menyebarluaskan informasi-informasi tentang kasus Lapindo kepada publik.

Di tahun 2010, Walhi Jatim, LHKI Surabaya dan Posko Korban Lumpur Lapindo melayangkan permintaan informasi tentang penanganan korban lumpur Lapindo pada 13 (tiga belas) badan publik di jawa timur. Ada dua jenis informasi yang ingin dikumpulkan melalui kegiatan tersebut: pertama, informasi untuk pemulihan kondisi sosial, lingkungan, infrastruktur, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan lain-lain; dan kedua, informasi untuk pencegahan risiko (mitigasi) yang berisi pantauan, identifikasi dan strategi pencegahan resiko seputar semburan lumpur lapindo. Dari ke-13 badan publik tersebut hanya lima yang merespon yaitu: Badan Penanggulangan Lumpur Lapindo Sidoarjo (BPLS), Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo.

Dari lima badan publik tersebut, hanya BPLS dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo yang bersedia menerima wawancara langsung terkait informasi seputar bencana lumpur, sementara tiga yang lain hanya memberikan data-data sekunder tentang apa yang sudah mereka kerjakan terkait dengan kasus Lapindo. Sekilas, hikmah dari Kegiatan Permintaan Informasi adalah bahwa mengumpulkan, mengelola, mengolah dan mendistribusi informasi belum “menjadi tradisi” dikalangan pejabat-pejabat badan publik (Novenanto, 2010).

Tak jarang mereka terjebak dalam rutinitas administratif-birokratis yang justru mengesampingkan perihal yang secara substansial mendesak untuk segera dibahas dan ditindaklanjuti. Dalam latar sosial semacam inilah habitus informasi publik di Indonesia sedang dibentuk.

 

Unduh Buku:
 

 

 

 

Pers Release: “Pemerintah Harus Transparan dalam Pencegahan dan Penanganan COVID-19 di Indonesia”

Sejak merebaknya wabah COVID-19 di Indonesia, tercatat hingga 2 April 2020 data di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa kasus terkonfirmasi COVID-19 secara nasional adalah 1.677 kasus positif, 1.417 dirawat, 103 sembuh dan 157 yang meninggal. Banyak factor yang mempengaruhi cepatnya penyebaran wabah ini, salah satunya masyarakat yang kurang mendapatkan informasi secara utuh tentang COVID-19.

Pundemikian dengan informasi pelayanan untuk penanganan (tindakan) yang masih banyak belum diketahui khalayak. Masih banyak ditemukan persoalan yang dihadapi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,Layanan Kesehatan dan Publik.Kesimpangsiuran arus informasidan tidak terintegrasinya informasi menyebabkan masyarakat bertambah bingung dalam menyikapi persoalan ini. Paling tidak ada beberapa persoalan:

  1. Keterbukaan maupun pencatatan data atau informasidalam penanganan wabah corona virus baru di Indonesia belum baik. Padahal, keberadaannya penting untuk penerapan epidemiologi, sehingga proses penyebarannya dapat efektif ditekan. Data merupakan instrumen penting dalam melacak penyebaran penyakit. Setidaknya informasi tentang riwayat pasien bagi petugas surveilans, bermanfaat untuk melakukan pelacakan orang-orang berpotensi terjangkit dan tempat-tempat yang pernah dikunjungi orang yang positif terjangkit. Informasi lain yang seharusnya dapat mudah diakses oleh masyarakat seperti data kesiapan rumah sakit, jumlah tempat tidur, ruang isolasi, jumlah alat test, jumlah Alat Plindung Diri (APD) bagi tenaga medis, hingga ketersediaan tenaga medis yang berperan vital dalam menghadapi pandemic corona.
  2. Program-program dan kegiatan yang menyedot anggaran sangat besar untuk pencegahan dan penanganan COVID-19, pemerintah belum memberikan informasi yangu tuh. Dana Tambahan APBN2020 senilai RP405,1triliun untuk bidang kesehatan sebesar Rp75t riliun, perlindungan social Rp110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus KUR sebesar Rp70,1 triliun dan Rp150 triliun untuk. Termasuk anggaran yang digelontorkan diseluruh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kotayang bersumber dari realokasi Dana Alokasi Khusus(DAK) dan Dana Bagi Hasil(DBH) yang harus transparan.

Hal ini penting, agar public dapat mengetahui program dan kegiatan apa saja untuk penanganan dan pecegahannya, serta public dapat ikut melakukan pengawasannya.

Ketika public mendapatkan informasi-informasi penting tersebut, akan memberikan dorongan kepada public untuk berperan  secara aktif dalam melakukan pencegahan dan penanganan. Harapannya, ada kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat sipil dalam menghadapi wabah ini. Oleh karenaitu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kemitraan Pemerintah Terbuka(Open Government Partnership) di Indonesia, untuk akselerasi penanganan CODIV-19 diIndonesia, kami meminta kepadaPemerintah:

  1. Pemerintah haruslebih transparanter hadap informasi terkait penanganan virus corona. Informasi mengenai wilayah dan tempat mana saja yang terdampak atau terpapar, riwayat aktivitas pasien COVID-19 dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas pasien. Pemerintah juga harus membuka data kesiapan rumah sakit, jumlah tempat tidur, ruang  isolasi, jumlah alat test, jumlah Alat Plindung Diri (APD) bagi tenaga medis yang tersedia, hingga ketersediaan tenaga medis yang berperan vital dalam menghadapi pandemic corona. Agar seluruh pihak dapat berperan untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan pencegahan.
  2. Pemerintah harus lebih transparan terhadap program-program dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan dampak corona virus ini. Pemerintah harus membuka informasi seluas-luasnya terhadap Dana Tambahan APBN 2020 senilai RP405,1 triliun secara berkala.
  3. Pemerintah harus membangun mekanisme keterbukaan infomasi yang lebih terintegrasi antar lintas kementrian/lembaga teknis serta mempersiapkan tim pelaksana lapangan yang cepat dan tangggap untuk pencegahan dan penanganan covid-19 serta tidak membingungkan publik.
  4. Kementerian Dalam Negeri harus memerintahkan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota untuk mengumumkan secaraber kala berapa anggaran untuk penanganan COVID-19 yang disiapkan, daftar kebutuhan untuk menopang sistem kesehatan dan perlindungan social ekonomi dan realisasi belanjanya.
  5. Pemerintah harus memberikan ruang seluas-luasnya bagi public untuk berkolaborasi dalam memaksimalkan peran masing-masing untuk percepatan pencegahan dan penanganan COVID-19.

Indonesia, 03 April 2020

KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEMITRAAN PEMERINTAHAN TERBUKA

ACEH: Gerak Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh SUMATERA UTARA: FITRA Sumut, PUSAKO Padang, RIAU: FITRA Riau, LAMPUNG: ECOTON, YKWS, SUMATERA SELATAN : Puspa Indonesia, BANTEN: TRUTH Banten, PATTIRO BANTEN, PATTIRO Serang, Banten Bersih, KOMPAK Lebak, JAWA BARAT: Perkumpulan INISIATIF Bandung, CRPG, Fahmina Institute, Garut Government Watch (GGW) AKATIGA, B-TRUST, LBH Bandung, JAWA TENGAH: PATTIRO Semarang, KP2KKN, LBH Semarang, Gebrak Brebes, INSAN Wonosobo, MP3 Wonosobo, Formasi (Kebumen), Laskar Batang, PATTIRO KENDAL, DI YOGYAKARTA: INFEST, IDEA, LKIS, SIGAB, JAWA TIMUR: FITRA Jatim, WALHI Jatim, Komunitas Averroes, IDFOS, Migran Care Jember, Bojonegoro Institute, Malang corruption Watch(MCW), SUMATERA  BARAT: Integritas, KALIMATAN BARAT: Gemawan (Kalbar), Link-AR Borneo (Kalbar), KALIMANTAN TIMUR: POKJA30, JATAM Kaltim, KALIMANTAN TENGAH: AMAN, KH2 Institute, SULAWESI SELATAN: YASMIB, KOPEL Makasar, MALUKU UTARA: FORMAMA, PUSPAHAM, ARIKA MAHINA, SULAWESI TENGGARA: ALPEN, Pusdaya, NUSA TENGGARA  TIMUR: PIAR Kupang, WALHI NTT, Bengkel APEK, NUSA TENGGARA BARAT: SOMASI, FITRA NTB, SOLUD, Konsepsi, BALI: SLOKA Institute, LBH Bali, PAPUA dan PAPUA BARAT: KIPRA, PTPPMA, Perdu, Mnukwar, DKI Jakarta: PATTIRO, YAPPIKA-Action Aid, IPC, ICW, MAPPIFHUI, PERLUDEM, ICEL, PWYP Indonesia, FITRA, IBC, KPPOD, Epistema Institute, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), AJI Jakarta, Transparency International Indonesia(TII), YLBHI, LBH Jakarta, WALHI Pusat, ELSAM, Wahana Visi Indonesia, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Prakarsa, KOPEL, Migran Care, Koalisi Perempuan Indonesia, Intitute Kapal Perempuan, Wahid Institute, ICJ, PSHK, ILAB, P3M, INFID, AJI Indonesia, JATAM, SBMI, KODE Inisiatif, JPPR, JPIK, Article 33, Sawit Watch, SULAWESI TENGAH: Komunitas Perempuan dan Anak (KPPA Sulteng), Lingkar Belajar Untuk Perempuan(LibuSulteng).

Pers Release: “Pemerintah Harus Transparan dalam Pencegahan dan Penanganan COVID-19 di Indonesia”